Baleg Minta Masukan Pemerintah Terkait RUU PPDT
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI meminta berbagai masukan dari Pemerintah terkait dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Percepatan Pembangunan Daerah tertinggal (PPDT).
Tiga kementerian yang hadir (Senin 28/11) adalah Menteri Negara Pembangunan Daerah tertinggal Helmy Faishal Zaini, wakil dari Kementerian Keuangan Agus Supriyanto dan Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Kementerian PPN/Bappenas.
Dalam rapat yang dipimpin Wakil Ketua Baleg Sunardi Ayub mengatakan, RUU PPDT merupakan salah satu RUU Prioritas Tahun 2011 yang penyusunannya diserahkan kepada Badan Legislasi.
Baleg berpandangan, RUU ini sangat diperlukan dalam rangka pemerataan pembangunan di seluruh wilayah di Indonesia, karena dalam pelaksanaan pembangunan saat ini terjadi kesenjangan tingkat pembangunan antar wilayah yang ditandai dengan terkonsentrasinya pembangunan infrastruktur dan industri manufaktur di kota-kota besar di Pulau Jawa.
Sunardi menambahkan, kesenjangan pembangunan juga terjadi antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dengan Kawasan Timur Indonesia (KTI), semakin senjangnya kualitas pembangunan antara daerah perkotaan dan perdesaan, kurangnya keterkaitan kegiatan pembanguan antar wilayah, serta kurangnya perhatian terhadap pembangunan daerah perbatasan, pesisir dan kepulauan.
Terkait dengan hal tersebut di atas, perlu diciptakan pola atau sistem pembuatan, pelaksanaan dan evaluasi kebijakan pembangunan nasional yang fokus untuk mengatasi kesenjangan tingkat pembangunan antar wilayah.
Sistem tersebut, katanya, juga harus mampu merumuskan dan menentukan strategi pembangunan yang berpihak pada daerah tertinggal, penekanan sasaran pembangunan yang lebih memperhatikan aspek pembangunan kualitas hidup manusia, serta proses pembuatan, pelaksanaan dan evaluasi kebijakan daerah tertinggal yang lebih melibatkan partisipasi masyarakat dan swasta.
Anggota Baleg Ali Wongso mengatakan, ke depan daerah tertinggal perlu dilihat lebih komprehensif dan kritis, sejauh mana rakyat yang teridentifikasi tertinggal merasakan sentuhan keadilan. Dia melihat banyak persoalan dengan kriteria-kriteria daerah tertinggal.
Menurut Ali Wongso, basis daerah tertinggal bukan di kabupaten, tapi basisnya di desa sebagai satuan daerah yang kecil.
Senada dengan Ali Wongso, anggota Baleg Nudirman Munir menyampaikan perlunya klasifikasi lebih jelas basis daerah tertinggal apakah kabupaten atau desa. Selain itu, juga perlu kriteria lebih jelas apa yang disebut daerah tertinggal.
Sementara Alex Litaay menegaskan untuk mempercepat pembangunan daerah tertinggal kembali kepada goodwill dan politicalwill dari Pemerintah dan DPR. Adanya kemauan untuk memberikan anggaran yang cukup pada daerah-daerah tertinggal. “Kalau bisa sepuluh kali lipat dari anggaran yang sekarang,” kata Alex.
Dalam memberikan masukannya, Menteri Negara Pembangunan Daerah tertinggal Helmy Faishal Zaini mengatakan, pada awal periode RPJMN 2004-2009 terdapat 199 kabupaten tertinggal. Berdasarkan hasil evaluasi, terdapat 50 kabupaten tertinggal yang telah keluar dari daftar daerah tertinggal berdasarkan ukuran ketertinggalan.
Namun sejalan dengan adanya pemekaran daerah, terdapat 34 kabupaten daerah otonom baru hasil pemekaran dari daerah induk yang merupakan daerah tertinggal. Dengan demikian, kata Helmy, hingga akhir tahun 2009 terdapat 183 kabupaten yang tergolong tertinggal. 183 kabupaten tertinggal inilah yang akan menjadi fokus penanganan daerah tertinggal pada periode 2010-2014.
Selama ini, kata Helmy, peningkatan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) belum cukup memadai untuk melayani daerah tertinggal dan terisolir baik untuk pembangunan ekonomi maupun pelayanan sosial dasar seperti pendidikan dan kesehatan.
Selain itu, masih rendahnya dukungan APBD provinsi maupun kabupaten untuk mengembangkan daerah tertinggal dan pulau-pulau kecil, serta belum optimal dan sinergisnya upaya-upaya untuk percepatan pembangunan daerah tertinggal oleh pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten daerah tertinggal.
Helmy menambahkan, saat ini payung hukum tentang pembangunan daerah tertinggal yang dijadikan landasan kebijakan makro adalah Perpres 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014. Sedangkan landasan kebijakan operasional kementerian lembaga adalah Keputusan Menteri PDT nomor 001/KEP/M-PDT/I/2005 tentang Stranas PDT.
Apabila RUU PDT ini diundangkan, katanya, diperlukan harmonisasi dengan UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). (tt)